18 September 2012
Penguasa dan Harimau
Suatu hari, menjelang mentari terbenam, Konfusius melintasi lembah Gunung Thai. Ia melihat seorang perempuan sedang menangis di sebuah kuburan. Tze-lu, muridnya, mendekati dan mencari tahu, mengapa perempuan itu menangis pilu.
Perempuan itu berkata, “Dahulu ayahku disergap harimau di sini hingga mati. Setahun kemudian, suamiku juga diterkam harimau hingga aku menjadi janda. Sekarang, anak lelakiku mengalami nasib yang sama, harimau itu menerkamnya hingga mati. Dan kini aku sebatang kara...”
Konfusius heran dan bertanya, “Jika demikian, mengapa engkau tidak meninggalkan daerah ini?” Wanita itu menjawab, “Aku masih bertahan karena di sini tidak ada penguasa yang menindas.” Meski telah kehilangan tiga lelaki, perempuan itu lebih takut kepada penguasa yang kejam.
Konfusius sadar dan berpesan kepada murid-muridnya, “Ingatlah akan hal ini anak-anakku: penguasa yang menindas jauh lebih kejam dan bengis daripada harimau yang kelaparan.”
Kekuasaan manusia atas manusia sering kali berwajah penindasan dan pembantaian. Jerman pernah merasakan bagaimana kelam di bawah Hitler. Nazi melakukan praktik genosida, tragedi holocaust telah membunuh jutaan orang Yahudi.
Penindasan serupa juga berlangsung di Kamboja ketika Pol Pot berkuasa, atau Kosovo di bawah tangan besi Milosevic. Penguasa Orde Baru diduga telah membantai kaum separatis di Jawa, Aceh, Papua, dan di pelosok-pelosok negeri lainnya.
Apa sesungguhnya yang dicari dalam dan melalui kekuasaan? Setiap penguasa bisa saja memiliki sejuta ambisi, tetapi yang terutama adalah meraih keagungan dari kekuasaan.
Bertrand Russell, filsuf Inggris yang sangat berjasa dalam pengembangan logika modern, mengatakan, “Cara paling mudah untuk memperoleh keagungan adalah melalui kekuasaan. Oleh karena itu, keinginan akan keagungan, pada pokoknya mendorong tindakan-tindakan yang sama dengan yang didorong oleh keinginan akan kekuasaan.”
Namun tak sedikit penguasa yang khilaf dan melacurkan keagungan dan kekuasaannya, persis seperti yang dikatakan Salomo, “Ada suatu kejahatan yang kulihat di bawah matahari sebagai kekhilafan yang berasal dari seorang penguasa”. Kejahatan inilah yang melahirkan tragedi, ketika kekhilafan manusia berkuasa atas manusia.
Jika saat ini Anda dipercaya oleh konstituen untuk memimpin, janganlah khilaf! Jangan melacurkan keagungan, rahmat kekuasaan, dengan menebar kejahatan yang menindas martabat orang-orang yang seharusnya Anda layani. Jadilah pemimpin yang selalu merawat kesadaran dan takut kepada Tuhan. —Agus Santosa
* * *
Sumber: KristusHidup.com, 24/12/2011 (diedit seperlunya)
==========