07 Maret 2013

Dunia Gemerlap


Sekitar setahun saya bekerja di sebuah majalah gaya hidup. Beberapa kali saya ditugaskan meliput acara sosial yang dihadiri kaum jetset Jakarta.

Tamu acara ini biasanya tampil dengan pakaian dan aksesoris rancangan desainer ternama, menenteng tas bermerek terkenal, dan mengenakan sepatu berharga jutaan rupiah.


Belakangan saya mendapat info, sebagian dari tamu tersebut bukanlah kaum sosialita betulan. Mereka hanya meminjam perlengkapan mewah itu dari tempat persewaan.

Obsesinya? Agar dianggap keren, bisa masuk ke lingkaran pergaulan jetset, difoto dan ditampilkan dalam majalah gaya hidup.

Obsesi manusia akan penampilan yang gemerlap bukanlah barang baru. Kaum Farisi ribuan tahun yang lalu sudah dikenal sangat memerhatikan pernak-pernik penampilan ini.

Saat berpuasa, mereka memastikan diri tampil dengan gaya yang menunjukkan kekhusyukan ibadah mereka. Dalam ritual pentahiran yang kerap mereka lakukan, berbagai cawan dan pinggan dibersihkan hingga berkilau.

Cawan yang hanya dibersihkan bagian luarnya, dan kuburan yang dilabur putih (pada zaman itu kuburan ditandai dengan warna putih agar tidak disentuh orang) adalah metafora untuk orang yang hanya memerhatikan hal-hal lahiriah, tetapi lupa bahwa Tuhan melihat hati.

Penampilan luar tentu perlu dijaga, namun jangan untuk pamer atau menutupi kedangkalan rohani. Marilah kita mengutamakan hal-hal yang bermakna dan berharga di mata Tuhan.

Manusia kerap melihat kemolekan kulit, tetapi Tuhan menilai keelokan hati.

* * *

Penulis: Olivia Elena

Sumber: e-RH, 7/3/2013

(diedit seperlunya)

==========

Artikel Terbaru Blog Ini