Perang Dunia II telah usai. Namun, Letnan Dua Hiroo Onoda, prajurit Jepang yang bertugas di Pulau Lubang, Filipina, tidak percaya. Ia memilih bersembunyi di hutan.
Ia menganggap selebaran, surat, foto, atau koran yang dijatuhkan dari pesawat terbang sebagai tipu muslihat musuh. Selama hampir 30 tahun ia terus berjuang sebagai gerilyawan.
Pada 1974, seorang mahasiswa Jepang melacak jejaknya dan menemukannya. Namun, ketika diajak pulang, Onoda menolak.
Hiroo Onoda saat Perang Dunia II (1944), dan 30 tahun kemudian (1974) setelah ditemukan. |
Akhirnya, pemerintah Jepang mengutus mantan komandan Onoda, Mayor Yoshimi Taniguchi, mendatangi dan memerintahkannya untuk meletakkan senjata. Barulah Onoda menurut dan bersedia pulang ke negerinya.
Hidup Onoda pun berubah. Ia tidak lagi menyerang para petani Filipina. Dan, di Jepang, ia menggalang dana beasiswa bagi anak-anak para petani itu.
Pada 1996 ia berkunjung kembali ke Pulau Lubang dan menyerahkan sumbangan sebesar 10.000 dolar untuk sekolah setempat.
Ia berterima kasih kepada penduduk pulau itu, yang membiarkannya terus hidup selagi ia bersikeras tetap menjadi prajurit gerilya walaupun perang telah usai.
Hiroo Onoda pada masa tuanya. |
Kesadaran akan identitas diri kita tak ayal memengaruhi perilaku kita. Sebagai umat yang telah dipanggil Tuhan dan dimerdekakan dari belenggu dosa, kita perlu memiliki cara hidup yang baru, yaitu cara hidup yang selaras dengan panggilan itu.
Ya, alih-alih terus berkutat dengan dosa, bukankah sepatutnya kita bersukacita merayakan kemerdekaan yang telah dianugerahkan-Nya dengan penuh rasa syukur?
* * *
Penulis: Arie Saptaji | e-RH, 25/3/2013
Judul asli: Masih Bergerilya
(diedit seperlunya)
==========