07 Januari 2013

Bahaya Kabar Angin


Setiap tahun pada bulan November, rakyat dari seluruh pelosok Kamboja membanjiri ibu kota Phnom Penh untuk menghadiri Festival Air.

Pada 2010, festival akbar ini berubah menjadi petaka: 450 orang tewas di Jembatan Berlian, pusat berlangsungnya festival.

Para pengunjung panik karena tersebar kabar angin bahwa jembatan itu tidak stabil. Alhasil, banyak korban tewas terinjak sesamanya dan terjun ke Sungai Tonle Sap.

Kabar angin dapat didengungkan secara iseng, namun dapat pula secara sengaja dengan disertai niat jahat. Efeknya tak jarang lebih kejam dari tikaman pedang tajam.

Kabar angin, begitu dilontarkan, akan menyebar secara tak terkendali. Baik pencetus maupun penyebarnya tidak akan mampu mengontrol dampaknya.


Ada dua hal yang dibenci Tuhan berkaitan dengan kabar angin. Yang pertama: lidah dusta, mengacu pada pencetusnya. Yang kedua: saksi dusta, menunjuk pada penyebarnya.

Mengapa Tuhan menyampaikan peringatan yang begitu keras tentang kedua hal itu?

Si pencetus dan si penyebar kabar angin sama-sama pengecut, tidak memiliki sikap ksatria. Kejahatannya bukan hanya membunuh karakter seseorang, namun dapat pula memakan ribuan korban. Bahkan ada perang antarbangsa yang pecah gara-gara kabar angin.

Kita perlu menjaga hati dan lidah dengan penuh kewaspadaan agar tidak mencetuskan atau menyebarkan kabar angin. Bagaimana menjaganya? Dengan mempersilakan firman Tuhan, yaitu firman kebenaran, menguasai hati kita. —SST

Lidah akan terkendali jika hati kita dikuasai oleh kebenaran.

* * *

Sumber: e-RH, 7/1/2013 (diedit seperlunya)

Judul asli: Petaka Kabar Angin

==========

Artikel Terbaru Blog Ini