27 April 2013
Ketika Bosan Bekerja
Salah satu kebiasaan yang paling digemari oleh para karyawan muda ketika berkumpul dengan teman-teman adalah saling mengeluhkan keburukan kantor dan kejelekan atasan masing-masing.
Selalu ada saja di antara kita yang merasa 'terpaksa' menjalani pekerjaannya, tidak bahagia bekerja di kantor, dll. Sebuah kondisi yang ironis sebenarnya.
Alangkah indahnya jika kita dapat bekerja dengan hati yang senantiasa antusias. Nyatanya, tak diragukan kita pun tak luput dari rasa bosan dan mungkin kejengkelan. Kenapa bisa begitu?
Dalam kitab Kejadian, kita belajar bahwa Tuhan menempatkan manusia di dunia untuk menjadi pekerja, bukan sekadar penikmat. Tuhan memberi Adam sarana untuk mengaktualisasikan dirinya lewat tugasnya mengelola Taman Eden.
Sayangnya, setelah Adam jatuh ke dalam dosa, manusia harus berkeringat dalam bekerja (Kejadian 3:17-19). Pekerjaan dapat menjadi beban yang berat dan rutinitas yang membosankan.
Bagaimana mengatasinya? Yang terutama, kita perlu menyadari keterlibatan Tuhan dalam pekerjaan kita. Jika kita bekerja sekadar untuk mencari uang atau menyenangkan orang lain, kejenuhan gampang muncul.
Ketika kita merasa hambar dalam bekerja, kemungkinan kita perlu mengubah perspektif kita: bahwa pekerjaan adalah kesempatan dan kehormatan dari Tuhan bagi kita untuk turut berkarya dalam kerajaan-Nya.
Mungkin kita juga perlu memikirkan metode dan cara kerja yang baru dan kreatif untuk menghindari kejenuhan.
Pekerjaan semestinya bukan menjadi sumber kebosanan, melainkan suatu kehormatan yang mendatangkan sukacita.
* * *
Penulis: Olivia Elena | e-RH, 27/4/2013
(diedit seperlunya)
==========
23 April 2013
Makna Sebuah Pekerjaan
Ketika saya mulai mengikuti program pascasarjana, dosen pembimbing memberikan suatu nasihat. Ia mengatakan, meskipun dirinya menjadi sponsor atas proyek penelitian yang saya kerjakan, saya harus memandang dan menganggap proyek itu sebagai proyek pribadi saya.
Saya harus berpikir bahwa saya bukan sedang mengabdi kepadanya, melainkan kepada masyarakat dan masa depan saya sendiri. Pemikiran ini, menurutnya, penting untuk mendorong saya bekerja dengan bersungguh-sungguh.
Keseriusan kita dalam mengerjakan sesuatu sering kali memang ditentukan oleh makna yang kita berikan pada pekerjaan tersebut. Konsep inilah yang melatarbelakangi nasihat Rasul Paulus kepada jemaat di Kolose berikut ini.
"Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:23)
Secara khusus, Paulus memberikan penjelasan mengenai pekerjaan para hamba. Ia menasihati mereka untuk memaknai pekerjaan mereka sebagai pelayanan kepada Tuhan, yang pasti akan dibalas-Nya dengan upah surgawi.
Paulus percaya bahwa dengan pemaknaan ini, mereka akan mampu mengerjakan pekerjaan mereka dengan berintegritas dan tulus hati. Pemaknaan semacam itu bukan hanya berlaku bagi para hamba, namun juga bagi kita semua dalam mengerjakan tugas apa pun.
Tugas harian kita sebagai pekerja, ibu rumah tangga, pelajar, dan sebagainya kadang terasa melelahkan, bahkan menyebalkan. Adakalanya kita melakukannya dengan malas-malasan.
Akan tetapi, kalau kita memaknainya sebagai pelayanan yang berharga di mata Tuhan, niscaya kita akan terdorong untuk terus berusaha mengerjakannya dengan sebaik mungkin.
Memaknai tugas sebagai pelayanan kepada Tuhan menggugah kita untuk meraih keunggulan.
* * *
Penulis: Alison Subiantoro | e-RH, 23/4/2013
(diedit seperlunya)
==========
17 April 2013
Agama dan Ilmu Pengetahuan
Beberapa tahun terakhir terjadi perdebatan ramai antara ilmu pengetahuan dan agama. Baik dalam soal etika kloning dan sel punca, atau soal teori evolusi. Yang paling mutakhir, mungkin adalah klaim bahwa alam semesta bisa tercipta tanpa campur tangan Tuhan.
Sedikit banyak, hal ini bisa membuat kita bertanya-tanya apakah ilmu pengetahuan memang bertentangan dengan iman. Apakah memang orang beriman tidak boleh terlibat dalam pengembangan ilmu pengetahuan?
Kitab Suci justru mendorong orang untuk mencari pengetahuan. "Pengetahuan" di sini merujuk pada segala ilmu yang membuat seseorang lebih pandai dan dewasa secara karakter. Ilmu pengetahuan alam dan teknologi —yang kerap mengandung isu yang bisa diperdebatkan— tentu termasuk di dalamnya.
Orang-orang yang tidak mau berusaha menjadi lebih pintar (berhikmat) dan menerima didikan justru disebut orang bodoh. Lebih jauh, frasa "takut akan Tuhan" selalu memiliki arti "hormat, mengagungkan, dan memuliakan Dia".
Maka, setiap ilmuwan yang menggali dan mengembangkan pengetahuan dengan hormat dan kekaguman kepada Tuhan akan menemukan kebenaran luar biasa atas misteri alam semesta. Sebab, Dialah Sang Pencipta, sumber segala pengetahuan.
Dengan takut akan Tuhan kita dapat menerapkan pengetahuan untuk memuliakan Dia.
Jadi, kita tak perlu ragu terlibat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Juga tak perlu ragu mendorong anak-anak dan orang-orang di sekitar kita untuk mempelajarinya, dengan selalu menjadikan Tuhan sebagai pusat pembelajaran kita. —ALS
Kejarlah dan kembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan landasan takut akan Tuhan.
* * *
Sumber: e-RH, 5/8/2011
(diedit seperlunya)
==========
Langganan:
Postingan (Atom)