07 November 2012
Nyala Api Cinta
Seorang teman mengenang masa pacarannya dengan takjub. Ia dulu bekerja di Bandung, dan pacarnya tinggal di Solo. Minimal sekali sebulan ia harus menempuh perjalanan selama delapan jam dengan kereta api untuk bisa bertemu dengan kekasihnya.
"Saat itu rasanya tidak berat sama sekali, justru saya sangat bersemangat," tuturnya. "Lucunya, setelah menikah saya merasa berat kalau harus pergi ke Solo," lanjutnya sambil tertawa.
Cinta membuat apa yang kita lakukan terasa berbeda. Hal-hal yang berat terasa ringan. Kesusahan rasanya hanya sebentar, tak sebanding dengan kesukaan bersama orang yang dicinta.
Tak heran Salomo (Nabi Sulaiman) melukiskan cinta yang bergairah itu seperti maut yang tak dapat dihalang-halangi. Seperti nyala api yang tak bisa dipadamkan, bahkan seperti nyala api Tuhan!
Api kecil bisa dipadamkan dengan siraman air, tetapi bukan itu yang ia bicarakan. Masih ingatkah kisah Nabi Elia yang menyiram korban persembahannya dengan banyak air?
Nyala api Tuhan bukan saja membakar habis persembahan itu, tetapi juga parit-parit penuh air di sekitarnya. Cinta membuat semangat tetap bergelora, sekalipun kenyamanan dan kemewahan tiada.
Ketika dampak dahsyat cinta tak lagi terlihat, kita mulai bertanya, apa yang berubah? Apakah cinta mula-mula itu masih ada?
Pernahkah pertanyaan serupa kita ajukan dalam hubungan dengan Tuhan? Apakah cinta mula-mula itu masih ada? —HAN
Ketika kita mengasihi Tuhan, kesusahan terasa ringan dibanding kesukaan bersama-Nya.
* * *
Sumber: e-RH, 7/11/2012 (diedit seperlunya)
Judul asli: Nyala Cinta Kita
==========