23 Februari 2011

Menentukan Kekuatan

Ketika melamar kerja, sering kali kita ditanya tentang kekuatan dan kelemahan kita. Namun, mungkin karena budaya kita masih menganggap membicarakan kekuatan diri sebagai sikap sombong, maka sering kali banyak calon karyawan ragu saat harus menyebut kekuatan dirinya.

Ada juga yang bisa menyebutkan, tapi jika dibanding kelemahannya, jumlahnya jauh lebih sedikit. Nah, apakah anda juga masih sering bingung tentang apa kekuatan dan kelemahan anda?

Kadang kita bingung karena kita berpikir kekuatan hanyalah sesuatu di mana kita bisa berprestasi bagus di sana. Jika kita pernah juara lomba fotografi, kita bisa dengan mudah berkata kekuatan kita di bidang fotografi.

Jika kita pernah mendapat penghargaan karyawan paling rajin, kita bisa dengan mudah berkata kerajinan adalah kekuatan kita. Tapi bagaimana jika tidak? Bagaimana jika kita tidak pernah mendapat semua itu?

Dalam bukunya Go Put Your Strengths to Work, Marcus Buckingham memberikan resep mudah untuk menjawab ini. Ia berkata, “Hanya karena anda bagus dalam melakukan suatu hal tertentu, bukan berarti kekuatan anda ada di situ.”


Menurut Buckingham, yang disebut kekuatan adalah sesuatu di mana kita merasa kuat. Sebaliknya, kelemahan adalah sesuatu di mana kita merasa lemah saat mengerjakannya.

Anda mungkin sudah bertahun-tahun bekerja sebagai salesman, misalnya. Anda jelas sudah menguasai seluk-beluk dunia sales. Tapi, jika menjual sesuatu ternyata bukan passion anda, sehingga anda melakukannya dengan terpaksa, maka menjual bukanlah kekuatan anda.

Selain passion, ada 4 hal lain yang juga bisa menjadi petunjuk kekuatan anda:

1. Kesuksesan
Apa hal yang selalu (atau sering) berhasil anda kerjakan? Di situlah kekuatan anda.

2. Naluri
Apa hal-hal yang membuat anda secara alami (bukan karena kewajiban) tertarik?

3. Pertumbuhan
Saat anda sangat tertarik pada sesuatu, anda akan fokus pada hal itu, dan dari sana anda tumbuh dan menjadi kuat.

4. Kebutuhan
Ketika anda tidak tenang jika tidak melakukan sesuatu (misalnya menyanyi, melukis, dsb) bisa jadi karena memang anda punya kelebihan di bidang itu.

* * *

Sumber: Spirit Motivator, 23 Februari 2011 (diedit sedikit)

Di-online-kan oleh Paulus Herlambang.

==========

22 Februari 2011

Uang atau Peluang?

Banyak orang hanya mencari air tapi lupa mencari sumbernya, demikian pula banyak orang hanya mencari uang tapi lupa untuk mencari peluang (aset).

Meminjam istilah Robert T. Kiyosaki, inilah yang membedakan “Ayah Kaya dan Ayah Miskin”. Ayah Miskin selalu mencari uang, tapi Ayah Kaya selalu mencari peluang (aset).

Uang dengan mudah akan habis, tapi peluang (aset) itu seperti sumber yang akan terus mengalirkan uang.

Mungkin kita bertanya-tanya, mengapa banyak orang mencari uang dan tidak mencari peluang atau membangun aset? Mencari uang memang lebih mudah daripada membangun aset. Secara waktu, mencari uang juga lebih cepat daripada membangun aset.

Jika boleh digambarkan, mencari uang adalah seperti orang yang mengambil air dari puncak gunung dengan ember, sementara membangun aset itu seperti orang yang membangun saluran pipa untuk mengalirkan air dari puncak gunung sampai ke permukiman di bawah gunung.

Mengambil air dengan ember memang jauh lebih cepat daripada membangun saluran pipa terlebih dahulu. Tapi kita juga harus ingat bahwa mengambil air dengan ember adalah sukses jangka pendek sedangkan membangun saluran pipa adalah sukses jangka panjang.

Sebuah nasihat berkata, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Nasihat tersebut memiliki makna yang sangat dalam, bahkan menjadi sumber inspirasi dalam dunia usaha.

Dengan kata lain, kita harus menemukan sumbernya dulu, baru kemudian berkat itu akan selalu mengalir. Sayangnya, banyak orang justru berpikir terbalik. Mereka mencari air tapi tidak mencari sumbernya.

Manakah yang anda pilih? Mencari berkat-berkat-Nya atau mencari Sang Sumber Berkat? Jika anda memahami hal ini dengan benar, saya yakin anda juga mengerti prinsip dalam dunia usaha yang akan membuat kita sukses dalam jangka panjang.

-----

Ayah Miskin mencari uang, tapi Ayah Kaya mencari peluang (aset).

* * *

Sumber: Spirit Motivator, 22 Februari 2011 (diedit seperlunya)

Di-online-kan oleh Paulus Herlambang.

==========

18 Februari 2011

Cha, Cha, Cha

Meski telah terdapat sejumlah penemuan, tidak menutup kemungkinan dapat ditemukan lagi sebuah penemuan baru. Sebagai pemahaman, mari terlebih dahulu kita pelajari artikel yang dikemukakan oleh Profesor Daniel E. Koshland Jr. berikut ini.

(Daniel E. Koshland Jr.)

Profesor biokimia dan biologi sel di University of California ini menyebutkan berdasarkan riset yang dilakukannya, bahwa penemuan-penemuan ilmiah itu sebenarnya terdiri dari tiga kategori yaitu: Charge, Challenge, dan Chance.

Ketiga kategori itu disebut sebagai teori Cha-Cha-Cha, yang penjelasannya adalah sebagai berikut:

Penemuan Charge adalah: penemuan yang berkategori belum pernah ada. Contoh, sebelumnya tidak ada teori gravitasi seperti yang ditemukan oleh Newton.

Penemuan Challenge adalah: penemuan yang berasal dari dua teori yang bertentangan, sebelum akhirnya penemuan yang benar dihasilkan. Contoh, penemuan Niels Bohr yang dihasilkan setelah melihat kelemahan-kelemahan teori atom Dalton. Ilmuwan lain merasa tertantang untuk menyempurnakan kelemahan dari teori sebelumnya.

Penemuan Chance adalah: penemuan yang terjadi karena unsur ketidaksengajaan atau kecelakaan. Contoh, penemuan Louis Pasteur dan penemuan-penemuan lain yang sebenarnya tidak sedang dicari atau diselidiki.

Mungkin saat ini anda sedang bingung, berpikir tentang apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kualitas atau meningkatkan kemajuan perusahaan tempat anda bekerja.

Coba perhatikan kembali apa yang dikatakan oleh Profesor Koshland Jr. Dari hasil temuannya itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya “masih banyak temuan yang bisa diciptakan.”

Artinya masih banyak yang dapat dilakukan. Apalagi bidang temuan di dunia ini tidak hanya sebatas bidang ilmiah (science) saja, tetapi juga ada bidang pendidikan, IT, ekonomi / keuangan, kecantikan, desain, dan sebagainya.

Yang diperlukan untuk mencapai semua itu bukan modal yang besar, tetapi sederhana, yakni “kemauan untuk berpikir, berkreasi, dan berani untuk mewujudkannya.”

* * *

Sumber: Hikmat Profesi, 18 Februari 2011 (diedit sedikit)

Di-online-kan oleh: Paulus Herlambang.

==========


Artikel Terbaru Blog Ini